Langsung ke konten utama

IKHLAS

Di kutip dari Syarhul Arba’iina Haditsan an Nawawiyah
Ibnu Daqiqil ‘Ied
Terjemahan :
Muhammad Thalib

Amirul mukminin, Umar bin khathab radhiyallahu anhu, ia berkata : “Aku mendengar
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung
niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa
yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan
Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena
seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang
ditujunya”.
Diriwayatkan oleh dua orang ahli hadits yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Ismail
bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari (orang Bukhara) dan Abul Husain
Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaburi di dalam kedua kitabnya
yang paling shahih di antara semua kitab hadits.

Penjelasan :
Hadits ini adalah Hadits shahih yang telah disepakati keshahihannya, ketinggian
derajatnya dan didalamnya banyak mengandung manfaat. Imam Bukhari telah
meriwayatkannya pada beberapa bab pada kitab shahihnya, juga Imam Muslim telah
meriwayatkan hadits ini pada akhir bab Jihad.
Hadits ini salah satu pokok penting ajaran islam. Imam Ahmad dan Imam Syafi’I
berkata : “Hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu.” Begitu pula kata imam
Baihaqi dll. Hal itu karena perbuatan manusia terdiri dari niat didalam hati, ucapan
dan tindakan. Sedangkan niat merupakan salah satu dari tiga bagian itu. Diriwayatkan
dari Imam Syafi’i, “Hadits ini mencakup tujuh puluh bab fiqih”, sejumlah Ulama’
mengatakan hadits ini mencakup sepertiga ajaran islam.
Para ulama gemar memulai karangan-karangannya dengan mengutip hadits ini. Di
antara mereka yang memulai dengan hadits ini pada kitabnya adalah Imam Bukhari.
Abdurrahman bin Mahdi berkata : “bagi setiap penulis buku hendaknya memulai
tulisannya dengan hadits ini, untuk mengingatkan para pembacanya agar meluruskan
niatnya”.
Hadits ini dibanding hadits-hadits yang lain adalah hadits yang sangat terkenal, tetapi
dilihat dari sumber sanadnya, hadits ini adalah hadits ahad, karena hanya diriwayatkan
oleh Umar bin Khaththab dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Dari Umar hanya
diriwayatkan oleh ‘Alqamah bin Abi Waqash, kemudian hanya diriwayatkan oleh
Muhammad bin Ibrahim At Taimi, dan selanjutnya hanya diriwayatkan oleh Yahya bin
Sa’id Al Anshari, kemudian barulah menjadi terkenal pada perawi selanjutnya. Lebih
dari 200 orang rawi yang meriwayatkan dari Yahya bin Sa’id dan kebanyakan mereka
adalah para Imam.

Pertama : Kata “Innamaa” bermakna “hanya/pengecualian” , yaitu menetapkan
sesuatu yang disebut dan mengingkari selain yang disebut itu. Kata “hanya” tersebut
terkadang dimaksudkan sebagai pengecualian secara mutlak dan terkadang
dimaksudkan sebagai pengecualian yang terbatas. Untuk membedakan antara dua
pengertian ini dapat diketahui dari susunan kalimatnya.
Misalnya, kalimat pada firman Allah : “Innamaa anta mundzirun” “Engkau
(Muhammad) hanyalah seorang penyampai ancaman”. (QS. Ar-Ra’d : 7)
Kalimat ini secara sepintas menyatakan bahwa tugas Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam
hanyalah menyampaikan ancaman dari Allah, tidak mempunyai tugas-tugas lain.
Padahal sebenarnya beliau mempunyai banyak sekali tugas, seperti menyampaikan
kabar gembira dan lain sebagainya. Begitu juga kalimat pada firman Allah : “Innamal
hayatud dunyaa la’ibun walahwun” “Kehidupan dunia itu hanyalah kesenangan
dan permainan”. (QS. Muhammad : 36)
Kalimat ini (wallahu a’lam) menunjukkan pembatasan berkenaan dengan akibat atau
dampaknya, apabila dikaitkan dengan hakikat kehidupan dunia, maka kehidupan
dapat menjadi wahana berbuat kebaikan. Dengan demikian apabila disebutkan kata
“hanya” dalam suatu kalimat, hendaklah diperhatikan betul pengertian yang
dimaksudkan.
Pada Hadits ini, kalimat “Segala amal hanya menurut niatnya” yang dimaksud dengan
amal disini adalah semua amal yang dibenarkan syari’at, sehingga setiap amal yang
dibenarkan syari’at tanpa niat maka tidak berarti apa-apa menurut agama islam.
Tentang sabda Rasulullah, “semua amal itu tergantung niatnya” ada perbedaan
pendapat para ulama tentang maksud kalimat tersebut. Sebagian memahami niat
sebagai syarat sehingga amal tidak sah tanpa niat, sebagian yang lain memahami niat
sebagai penyempurna sehingga amal itu akan sempurna apabila ada niat.
Kedua : Kalimat “Dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya” oleh Khathabi
dijelaskan bahwa kalimat ini menunjukkan pengertian yang berbeda dari sebelumnya.
Yaitu menegaskan sah tidaknya amal bergantung pada niatnya. Juga Syaikh Muhyidin
An-Nawawi menerangkan bahwa niat menjadi syarat sahnya amal. Sehingga
seseorang yang meng-qadha sholat tanpa niat maka tidak sah Sholatnya, walahu a’lam
Ketiga : Kalimat “Dan Barang siapa berhijrah kepada Allah dan Rosul-Nya, maka
hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya” menurut penetapan ahli bahasa Arab, bahwa
kalimat syarat dan jawabnya, begitu pula mubtada’ (subyek) dan khabar (predikatnya)
haruslah berbeda, sedangkan di kalimat ini sama. Karena itu kalimat syarat bermakna
niat atau maksud baik secara bahasa atau syari’at, maksudnya barangsiapa berhijrah
dengan niat karena Allah dan Rosul-Nya maka akan mendapat pahala dari hijrahnya
kepada Allah dan Rosul-Nya.
Hadits ini memang muncul karena adanya seorang lelaki yang ikut hijrah dari Makkah
ke Madinah untuk mengawini perempuan bernama Ummu Qais. Dia berhijrah tidak
untuk mendapatkan pahala hijrah karena itu ia dijuluki Muhajir Ummu Qais. –
wallahu a’lam –

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Menafsirkan Al Qur'an

Ahad, 07 Desember 2003 - 11:59:57 :: kategori Aqidah Penulis: Syaikh Muhammad Nashirudin Al Albani .: :. Syaikh Al-Albani ditanya: Apa yang harus kita lakukan untuk dapat menafsirkan Al-Qur'an ? Bisa dilihat http://www.salafy.or.id / atau Jawaban: Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menurunkan Al-Qur'an ke dalam hati Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam agar beliau mengeluarkan manusia dari kekufuran dan kejahilan yang penuh dengan kegelapan menuju cahaya Islam. Allah Ta'ala berfirman dalam Al-Qur'an surat Ibrahim ayat 1 : الَر كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ yang artinya : "Alif, laam raa.(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha

IMAN, ISLAM DAN IHSAN

Di kutip dari Syarhul Arba’iina Haditsan an Nawawiyah Ibnu Daqiqil ‘Ied Terjemahan : Muhammad Thalib Umar ra. berkata: ketika kami tengah berada di majelis bersama Rasulullah pada suatu hari, tiba-tiba tampak dihadapan kami seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih, berambut sangat hitam, tidak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan jauh dan tidak seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Lalu ia duduk di hadapan Rasulullah dan menyandarkan lututnya pada lutut Rasulullah dan meletakkan tangannya diatas paha Rasulullah, selanjutnya ia berkata," Hai Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islam " Rasulullah menjawab,"Islam itu engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Alloh dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Alloh, engkau mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Romadhon dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya." Orang itu berkata,"Engkau benar," kami pun heran, ia berta